Hizib, juga dieja Hizb adalah kumpulan ayat-ayat Al-Quran, zikir, doa dan shalawat yang disusun dengan tidak menggunakan hawa nafsu yang jelek/ buruk untuk diamalkan dengan membacanya.
Kata Hizib muncul di Al-Quran sebanyak 7 kali, yaitu di dalam Surat Al Maaidah ayat 56 : Dan barang siapa yang menjadikan Allah ta’ala, RosulNya dan orang-orang yang beriman sebagai pemimpin, maka sesungguhnya Golongan (Hizbu) Alloh-lah sebagai pemenang.
Surat Al Kahfi ayat 12 : Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah diantara kedua golongan (Al hizbaini) itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal didalam gua itu
Surat Al Mukmiinun ayat 23 dan Surat Ar Ruum ayat 32 : dari orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan (HIzbin) mereka
Surat Al Fathiir ayat 6 : Sungguh setan itu membawa permusuhan bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, sesungguhnya mereka mengajak Golongannya (Hizbuhu) agar menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.
Surat Al Mujaadilah ayat 19 : Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Alloh ta’ala; mereka itulah golongan (Hizbu) setan. Ketahuilah bahwa golongan (Hizba) setan lah yang merugi.
Surat Mujadiilaah ayat 22 : Engkau tidak akan mendapatkan satu kaum yang beriman kepada Allah ta’ala dan kepada hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang didalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan/ ruh yang datang dari Dia. Lalu dimasukkannya mereka kedalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha. Merekalah golongan (Hizbu) Allah. Ingatlah sesungguhnya golongan (Hizba) Allah-lah yang beruntung
Secara harfiah Hizib dapat diartikan sebagai golongan, atau kelompok bahkan ada yang mengartikan sebgai tentara. Berbagai Hizib popular di kalangan masyarakat Melayu di Indonesia dan Malaysia dan penyusun Hizib selalu dikaitkan dengan tokoh pengasas atau pemimpin aliran tasawuf, sufi atau tarekat.
Tujuan asal Hizib adalah untuk diamalkan agar diri seseorang menjadi dekat dengan Allah dalam arti kata Allah akan meredai orang yang mengamal Hizib tersebut. Ini kerana Hizib adalah juga kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid pengamal tersebut.
Terdapat pelbagai Hizb yang di susun oleh para imam-imam atau guru-guru tariqah, dan semua hizb ini secara langsung atau tidak bersumber dari ayat-ayat Al-Quran dan dalil-dalil dari Hadis Nabi. Tidak kurang pula yang di terima oleh para penyusun hizb ini langsung dari Rasulallah samada dalam keadaan sadar (yaqazatan) atau dalam mimpi (ru’yah).
Antara yang masyhur ialah Hizib Bahar oleh As-sayyid asy-Sayiakh Abil Hasan Asy-Syadzili, Hizib Nasar oleh Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili, juga oleh Al-Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Hizib An-Nawawi oleh Al-Imam An-Nawawi
Hizib Wiqayah oleh Ibn Arabi, Hizib Autad dan sebagainya.
Di dalam kelompok pengamal ilmu persilatan, ilmu kerohanian atau ilmu kebatinan, Hizib diamalkan untuk memohon pertolongan Allah atau untuk menjadikan diri seseorang itu kuat dan untuk berbagai hajat lagi.
Selain Hizib kita mengenal istilah Ratib (bahasa Arab) yaitu berulang-ulang mengucapkan kalimat pujian kepada Allah. Di Asia Tenggara, Ratib juga bermakna kumpulan zikir, salawat dan doa yang disusun oleh seseorang tokoh ulamak dan dijadikan amalan dengan membacanya. Ratib dengan makna khusus ini biasanya diberikan nama bersempena nama penyusun atau nama keturunan penyusun Ratib tersebut. Ada juga yang mengatakan bahawa Ratib adalah kumpulan zikir yang lebih ringkas daripada wirid.
Di antara contoh Ratib yang popular di Asia Tenggara adalah seperti berikut:
1. Ratib Al Haddad oleh Al-Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad
2. Ratib Al Attas oleh Al-Imam Umar bin Abd Ar-Rahman Al-Attas
3. Ratib Al-Idrus oleh Al-Habib Abdullah Al-Idrus
3. Ratib Qadiriyah oleh As-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
Berbeda dengan Hizib, ratib biasanya pendek dan ayat-ayat Al-Quran yang terkandung jarang mencapai satu ‘ain tetapi hanyalah satu atau dua potong ayat saja.
Amalan Hizib dan Ucapan Syeikh Abu-l Hassan Al Syadzili
Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah,pengamalan tareqat ini di Nusantara dalam banyak tempat lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif jarang dijumpai,tidak seperti para pengamal Tariqat-tariqat Naqsyabandiah, Qadiriah atau Ahmadiah Idrisiah. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai kelebihan-kelebihan spiritual. Para pengamal tariqat ini mempelajari berbagai hizib (jamak ahzab), paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang mursyid dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah tareqat.
Hizb al-Bahr, Hizb Nashr, disamping Hizb al-Hafidzah, merupakan antara Hizib yang sangat terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini disampaikan kepadanya oleh Nabi SAW. sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan. Ibnu Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Dan di Nusantara, dimana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya bahwa kegunaan spiritual doa ini hanya dapat diperolehi dengan berpuasa atau bermujahadah dibawah bimbingan guru.
Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, juga digunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti yang diamalkan oleh pengikut-pengikut Tareqat Ahmadiah Idrisiah, Rifai’yah dan Qadiriyah. Mereka yang ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia secara kebaktian tidak begitu mendalam; tapi lebih merupakan doa-doa perlindungan mengandungi Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A’zhim) serta ayat-ayat al-Quran dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah dan menghasilkan tindakbalas luar biasa. Mengenai penggunaan hizib, wirid, dan doa, para syeikh tareqat biasanya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan peribadi. Akan tetapi mereka tidak bersetuju murid-murid mereka mengamalkannya tanpa keizinan.
Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tariqat ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, India, Sri Lanka, Indonesia, Malaysia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- Madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-Handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
Yang menarik dari falsafah tasawuf Asy-Syadzily, kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan penekanan simbolik mengenai ajaran utama dari tasawuf atau Tarikat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik yang sangat hebat.
Di antara Ucapan Syeikh Abul Hasan asy-Syadzili:
1. Penglihatan akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku bermohon kepada Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara memanggilku, katanya ” Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk membuat mu kuat memiliki-Nya.”Maka akupun memohon kekuatan dari Dia dan Dia pun membuatku kuat, segala puji bagi Tuhan!
2. Aku dipesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): “Jangan anda melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkn keredhaan Allah, dan jangan duduk dimajlis kecuali yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah.”
3. Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ikhtiar sendiri.
4. Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat keperluanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan dari doamu adalah untuk bermunajat kepada Allah yang memeliharamu dari-Nya.
5. Seorang arif adalah orang yang megetahui rahsia-rahsia kurniaan Allah di dalam berbagai-bagai macam bala’ yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya.
6. Sedikit amal dengan mengakui kurnia Allah, lebih baik dari banyak amal dengan terus merasa kurang beramal.
7. Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang mukmin yang berbuat dosa, nescaya ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan : “Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.
MENGAMALKANNYA HIZIB DIPERLUKAN IJAZAH?
Kapsul, atau tablet, tentu tidak mempunyai dosis yang sama. Demikian juga dosis obat antibiotik dan vitamin. Jika yang satu bisa diminum sehari tiga kali, yang lain mungkin hanya boleh diminum satu kali dalam sehari. Bahkan vitamin, yang jelas-jelas berguna, pun jika diminum melebihi dosis yang ditentukan dokter; efeknya akan berakibat buruk bagi tubuh. Badan bisa meriang atau bahkan keracunan. Begitu pula halnya dengan hizib dan ratib.
Hizib dan ratib, dilihat dari susunannya, sebenarnya sama. Yakni, sama-sama kumpulan ayat, dzikir; dan doa yang dipilih dan disusun oleh ulama salafush shalih yang termasyhur sebagai waliyullah (Kekasih Allah). Yang membedakan suatu ratib dengan ratib lain, atau hizib dan hizib lain, adalah asrar yang terkandung dalam setiap rangkaian ayat, doa, atau kutipan hadits, yang disesuaikan dengan waqi’iyyah (latar belakang penyusunan)-nya.
Namun, meski muncul pada waqi’ yang sama dan oleh penyusun yang sama, ratib sejak awal dirancang oleh para awliya untuk konsumsi umum, meski tetap mustajab. Semua orang bisa mengamalkan untuk memperkuat benteng dirinya, bahkan tanpa perlu ijazah. Meski tentu jika dengan ijazah lebih afdhal.
Sementara hizib, sejak awal dirancang untuk kalangan tertentu yang oleh sang wali (penyusun-red) dianggap memiliki kemampuan lebih, karena itu mengandung dosis yang sangat tinggi. Hizib juga biasanya mengandung banyak sirr (rahasia) yang tidak mudah dipahami oleh orang awam, seperti kutipan ayat yang isinya terkadang seperti tidak terkait dengan rangkaian doa sebelumnya padahal yang terkait adalah asbabun nuzul-nya. Hizib juga biasanya mengandung lebih banyak ismul a’zham (asma Allah yang agung), yang tidak ada dalam ratib.
Dan yang pasti, hizib tidak disusun berdasarkan keinginan sang ulama, karena hizib rata-rata merupakan ilham dari Allah SWT: Ada juga yang mendapatkannya langsung dari Rasulullah SAW seperti Hizbul Bahr, yang disusun oleh Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili.rhm Karena itulah, hizib mempunyai fadhilah dan khasiat yang luar biasa.
Selain itu, ada juga syarat usia yang cukup bagi pengamal hizib. Sebab orang yang sudah mengamalkan hizib biasanya tidak lepas dari ujian. Ada yang hatinya mudah panas, sehingga cepat marah. Ada yang, karena Allah SWT, menampakkan salah satu hizibnya dalam bentuk kehebatan, lalu pengamalnya kehilangan kontrol terhadap hatinya dan menjadi sombong. Ada juga yang berpengaruh ke rizqi, yang selalu terasa panas sehingga sering menguap tanpa bekas, dan sebagainya.
Karena itu pula diperlukan ijazah dari seorang ulama yang benar-benar mumpuni dalam arti mempunyai sanad ijazah hizib tersebut yang bersambung dan mengerti dosis hizib. Selain itu juga diperlukan guru yang shalih yang mengerti ilmu hati untuk mendampingi dan ikut membantu si pengamal dalam menata hati dan menghindari efek negatif hizib.
BAGIAN ILMU HIKMAH
Ada satu lagi yang termasuk Khoriqul adah, yaitu kelebihan yang diberikan Allah didasari dari laku riyadhoh atau membaca wirid tertentu dengan dosis yang ditentukan pula, ilmu ini sering disebut ; ilmu hikmah, maka ilmu ini bisa dicapai atau dimiliki oleh siapapun, tidak memerlukan bakat khusus, siapa yang memenuhi persyaratan dan melaksanakan tata-caranya, dia akan memperolehnya.
Ada yang berpendapat, bahwa ilmu hikmah itu bukan bagian dari tasawuf, meskipun ada ulama-ulama sufi yang memberikan ilmu hikmah, ilmu hikmah bisa berupa do’a atau wirid-wirid semacam hizib, asma atau berupa wifiq\wafak ( rajah-rajah berupa angka maupun huruf hijaiyyah ).
Ulama-ulama yang menerangkan tentang ilmu hikmah ini semisal ; Syaikh Ali al-Buny dengan kitab man’baul hikmah yang masyhur, Abi hasan as-Syadzili dengan kitab Sirrul jalil yang membuat juga HIZIB NASHR yang melegenda.
HIZIB DAN JIMAT
Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenanya, membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah SWT. Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
‘Berdoalah kamu, niscya Aku akan mengabulkannya untukmu. (QS al-Mu’min: 60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:” كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ”Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan.” (HR Muslim [4079]).
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Apabila salah satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut.” Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anakanaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman meoggunakan azimat, misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَ شِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “’Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.” (HR Ahmad [3385]).
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain mengatakan:
“Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya.” (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181)
lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, ”Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan mu’awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas).” Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muthammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud menceritakan, “Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil.” Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya), dst.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah wal Minah al-Mar’iyyah, juz II hal 307-310)
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.
1. Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW
2. Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
3. Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja.” (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar